
Prasbhara.Com Bagi masyarakat Amerika Latin, kedatangan Christopher Columbus ke Benua
Amerika adalah awal kesedihan dan penderitaan. Bagi mereka, tidak ada
yang patut disyukuri dari kedatangan admiral asal Italia itu saat
menginjakkan kaki di Amerika pada 12 Oktober 1492.
Christopher
Columbus pertama kali berlabuh di Bahama. Matanya menatap tajam ke
tengah hamparan biru air Laut Karibia. Desiran pasir yang terempas ombak
laut, membuatnya yakin bahwa daratan yang awalnya dikira sebagai
Kepulauan Kipango, Jepang, itu adalah salah satu surga untuk bangsa
Eropa.
Ketika tiba di San Salvador, Columbus berinteraksi dengan penduduk-penduduk asli Amerika. Buku berjudul Extracts from the Journal of Christopher Columbus, menggambarkan bagaimana ia pertama kali melihat para penduduk asli yang menyambut mereka dengan gembira.
"Mereka
tidak membawa senjata. Saya menunjukkan mereka pedang, tetapi mereka
terheran-heran. Mereka kemudian memegang sisi pedang yang tajam dan
mereka terluka. Mereka tidak memiliki besi. Tombak mereka hanya terbuat
dari kayu tebu," demikian Columbus menuliskan pengalamannya itu.
Columbus
terpesona dengan keindahan alam Amerika. Namun, ternyata bukan itulah
yang dicarinya. Dalam buku hariannya tertanggal 15 Oktober, ia
menuliskan, "Saya ingin mencari emas. Saya melihat penduduk asli
memakainya pada lengan dan kaki mereka. Dan setelah memastikan
potongan-potongan itu sama dengan emas yang saya punya, saya tidak boleh
gagal untuk menemukan tempat yang memproduksinya."
Bagi
Columbus, dengan emas, orang akan kaya dan siapapun yang mempunyainya
akan mampu membuat apa yang diinginkan di dunia. Bahkan dengan emas itu
pula jalan menuju kesuksesan bakal terbuka bagi manusia. Karena hal
itulah, Columbus akhirnya memiliki tekad untuk mencari emas serta
rempah-rempah dengan mengunjungi sejumlah wilayah di Selatan Amerika.
Seiring
perjalanannya, Columbus mampu membawa perubahan besar bagi bangsa
Eropa. Maklum, pada abad pertengahan, rempah-rempah dan emas adalah
kunci untuk membuka gerbang perdagangan merkantilis mereka. Karena
itulah ketika Columbus memperkenalkan rute ke Amerika, emas serta
rempah-rempah yang terpendam di sepanjang wilayah Amerika dikuras
habis-habisan oleh bangsa Eropa.
Namun, setali tiga uang,
kedatangan Columbus itu juga mengakibarkan hancurnya kebudayaan bangsa
Indian yang merupakan penduduk asli Amerika. Setelah pelayaran Columbus,
pelayar-pelayar Eropa lainnya berdatangan ke Amerika. Mereka pun
menjadikan penduduk asli ibarat budak yang tenaganya terus diperas untuk
mencari atau mencuci emas atau permata.
Robert Hume dalam karyanya berjudul Christopher Columbus and the European Discovery of America
menuliskan seorang biarawan Dominikan di Pulau Hispaniola bernama
Antonio de Montesinos pada 1511 sempat melaporkan bahwa bangsa Eropa
telah memperlakukan penduduk asli Amerika secara tidak manusiawi.
Akhirnya banyak penduduk asli Amerika yang lebih memilih untuk bunuh
diri secara masal ketimbang harus menggali dan mencuci emas setiap hari.
Hari Columbus
Ratusan
tahun berlalu dan kini Amerika pun mempunyai peringatan bernama
Columbus Day atau Hari Columbus yang diadakan setiap hari Senin kedua
pada bulan Oktober. Peringatan itu mengacu kepada perjalanan sejarah
ketika Columbus untuk kali pertama mencapai Benua Amerika.
Hari
Columbus semula merupakan perayaan warisan warga Amerika keturunan
Italia yang pertama diselenggarakan di San Francisco pada 1869. Perayaan
tingkat negara bagian pertama diadakan di Colorado pada 1907 dan tiga
puluh tahun berselang, perayaan itu mulai menjadi hari besar di seluruh
Amerika Serikat.
Namun tidak semua bagian Amerika merayakan Hari
Columbus, misalnya, di wilayah California, Nevada dan Hawaii. Sementara
itu, beberapa penduduk di South Dakota dan Berkeley, California
merayakan hari penduduk pribumi Amerika. Bahkan, bagi penduduk Amerika
Latin, perayaan itu adalah kontroversi dan tidak berarti apa-apa.
Bagi
masyarakat Amerika Latin, perayaan Columbus itu justru dikenang sebagai
awal kehancuran nenek moyang mereka. Apalagi, kedatangan Columbus kala
itu juga bertepatan dengan periode Reconquista (penaklukan kembali) di
Spanyol. Dengan begitu, para penduduk asli Amerika mendapatkan imbas,
karena orang-orang Spanyol menganggap praktik agama penduduk asli
Amerika sebagai kegiatan sesat.
Akibatnya, di bawah Pengadilan
Inquisisi yang dipimpin Ratu Isabella I asal Castile, para penduduk asli
Amerika banyak yang disiksa dan mati secara mengenaskan. Tiga orang
Indian perwakilan suku Aymara dan Kechua pernah menuliskan surat kepada
Paus Yohanes Paulus II ketika berkunjung ke Peru pada 1985.
"Sesungguhnya
dengan kedatangan Christopher Columbus, di Amerika dipaksakan suatu
kebudayaan, suatu bahasa dan suatu agama serta nilai-nilai yang hanya
cocok untuk orang Eropa saja," begitu tulis mereka dalam surat tersebut.
Penderitaan atas nilai-nilai tersebut terus mengiringi perjalanan
panjang sejarah masyarakat Amerika Latin.
Dan bagi masyarakat
Amerika Latin, salah satu cara untuk keluar dari penderitaan kultural,
religius, dan sosial oleh negara-negara Barat salah satunya adalah lewat
sepak bola. Toh, bagi sebagian besar masyarakat di sana, sepak bola
juga dianggap sebagai sebuah budaya dan agama. Dengan sepak bola yang
hidup di kalangan masyarakat bawah yang tertindas itu, mereka merasa
bisa memainkan kemerdekaan dan kebebasan untuk menentang segala bentuk
penindasan.
Di Brasil, misalnya, sepak bola dijadikan sebagai
jalan hidup untuk membuktikan keberadaan mereka atas kedigdayaan bangsa
Eropa. Berbeda dengan bangsa Barat yang memainkan sepak bola dengan
tiang-tiang gawang dari besi, di Brasil anak-anak sejak kecil dengan
lincah hanya memainkan bola kusam di sudut jalan dengan tiang-tiang
gawang berupa tumpukan-tumpukan batu.
Meski begitu, hal tersebut
justru membuat Brasil berubah menjadi salah satu kekuatan sepak bola di
dunia. "Di Brasil, sepak bola sama pentingnya dengan persoalan hidup dan
mati," kata salah satu komentator terkenal Brasil, Osmar de Oliveira.
Dan dari penderitaan dan kemiskinan itulah muncul para jogobonito
seperti Pele, Garrincha, Tostao, Jairzinho, Ronaldo, hingga Neymar. Pun
halnya di Argentina yang sukses melahirkan bintang dunia Diego Maradona
hingga Lionel Messi.
Piala Dunia
Amerika
Latin pun seakan benar-benar menunjukkan pembuktian dan pembalasan
dendam atas bangsa Eropa dalam perhelatan Piala Dunia. Maklum, sejak
turnamen tersebut bergulir untuk kali pertama pada 1930 di Uruguay,
tidak ada satupun tim dari Eropa yang berhasil mengangkat trofi itu di
tanah Amerika Selatan.
Namun, pada Piala Dunia 2014, sejarah yang
bertahan sejak puluhan tahun itu akhirnya patah juga. Langit Amerika
pun tak lagi cerah ketika para pemain Jerman berpesta mengangkat trofi
Piala Dunia di depan hadapan masyarakat Brasil dan Argentina. Jerman
berhasil keluar sebagai juara dunia setelah menundukkan Argentina pada
final di Stadion Maracana, Minggu (13/7/2014).
Sejarah pun seakan
berulang. Jika dulu Columbus yang dianggap menindas penduduk asli
Amerika, kini Jerman-lah yang membuat publik Amerika Selatan menderita.
Apalagi, skuad Der Panzer mampu membumihanguskan Brasil di semifinal
dengan skor telak, tujuh gol berbalas satu. Bahkan, Amerika Serikat pun
dipaksa bertekuk lutut setelah kalah 0-1 di penyisihan grup. Hanya
rivalitas dengan Argentina-lah yang membuat publik Brasil menyampingkan
sejarah dan mendukung Jerman untuk berpesta di tanah air mereka.
Keberhasilan
Jerman itu telah membuka mata banyak masalah yang menerpa sejumlah tim
Amerika Selatan. Brasil sebagai raja sepak bola dunia, misalnya,
mengalami krisis identitas. Brasil menghilangkan ciri khas permainain
indah. Mereka tidak bermain lagi dengan hati dan cinta yang merupakan
inti roh Samba. Dalam skuad mereka kini satu-satunya pemain yang
dianggap sebagai roh jogobonito hanya Neymar.
Dan ketika Neymar
absen karena cedera pada tulang belakang, Brasil terbukti menderita.
Ketika melawan Jerman, selain Neymar, Brasil memang juga kehilangan
Thiago Silva. Namun, kehadiran Silva ternyata juga tidak banyak membantu
karena pada partai perebutan tempat ketiga, Brasil dipaksa menyerah
tiga gol tanpa balas oleh Belanda. Malahan, sepanjang laga perebutan
tempat ketiga itu, Brasil seperti berguru kepada Belanda.
Argentina
kemudian menjadi satu-satunya harapan masyarakat Amerika Selatan,
kecuali Brasil, ketika mereka meraih tiket final usai menaklukkan
Belanda. "Sejujurnya warga Argentina mendapat penilaian terlalu tinggi.
Tetapi, tidak ada cara lain, Piala Dunia di Amerika Latin harus
dimenangi oleh tim Amerika Latin," ujar Humberto Melendez, seorang
suporter asal Meksiko.
Namun, apa daya, pressing ketat
para pemain Jerman terhadap Messi membuat irama permainan tango skuad
Albiceleste macet di lapangan. Argentina bahkan seakan dijauhi oleh dewi
fortuna ketika sejumlah peluang emas, mulai dari yang didapat Gonzalo
Higuain hingga Messi terbuang sia-sia. Mereka pun pada akhirnya harus
puas pulang membawa predikat runner-up.
Jika Brasil
mempunyai bintang seperti Neymar dan Argentina memiliki Messi, bagaimana
dengan Jerman? "Jerman saat ini menjadi tim dengan komposisi pemain
paling komplet. "Pada masa lalu kami tidak dapat melakukan ini. Jika
bermain di sini, Tim Amerika Latin selalu mendominasi. Tetapi, kami tahu
bahwa dengan skuad saat ini, kami bisa membuat sejarah," kata pelatih
Jerman, Joachim Loew.
Dengan begitu, keberhasilan Jerman seakan
kembali mengulang memori kelam penduduk Amerika atas kedidayaan bangsa
Eropa semasa zaman abad pertengahan. Dan mau tidak mau, Brasil,
Argentina, atau tim Amerika Selatan lainnya harus segera berbenah agar
masa kedaulatan sepak bola mereka tak lagi dicoreng oleh bangsa Eropa.
Der Panzer akan tetap menjadi hantu bagi sepak bola Amerika, karena
Jerman memiliki sistem pembinaan dan kompetisi, yang menjamin regenerasi
serdadu lapangan hijau tak akan terputus.
Artikel Terbaru Kali ini semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasan anda. Dan jangan lupa menekan Tombol Share Facebook/Twitter/G+ untuk memberi tahu teman-teman anda yang lain agar kita bisa "BERBAGI KEBAIKAN LEWAT INTERNET..." melalui blog PRASBHARA.COM.
Title : Columbus, Jerman, dan Emas Amerika Latin yang Hilang...
Description : Prasbhara.Com Bagi masyarakat Amerika Latin, kedatangan Christopher Columbus ke Benua Amerika adalah awal kesedihan dan ...